.quickedit{ display:none; }

Sabtu, 11 Juni 2011

Dae Mul

Title: 대물 / Dae Mul
Chinese Title : 大物
Also known as: Big Fish
Genre: Romance
Episodes: 24
Broadcast network: SBS
Broadcast period: 2010-Oct-06 to 2010-Dec-23
Air time: Wednesday & Thursday 21:55 

SINOPSIS :


Seo Hye Rim(Ko Hyun Jung) adalah penyiar berita yang mengenal seorang kamera man di perusahaannya hingga akhirnya mereka menikah dan mempunyai satu orang putra. Suatu saat Suaminya tsb di tugaskan untuk meliput berita di Palestina. Namun, malangnya Ia tertangkap oleh anggota Israel. dan tidak ada respon yang baik dari pemerintah korea berkenaan dengan kondisi warganya. hingga suaminya dikabarkan telah meninggal dunia. Seo Hye Rim masih belum dapat menerima sikap pemerintah yang kurang peduli terhadap warganya. Ia menjadi pemarah dan saat siaran radio dia mengungkapkan semua isi hatinya Sehingga Ia dipecat oleh perusahaan penyiaran, tetapi kemudian dipilih untuk Majelis Nasional dan menjadi presiden perempuan pertama Korea. Dia menghadapi tekanan politik dari Kang Tae San(Cha In Pyo) dan para pengikutnya, tapi bertahan dengan bantuan jaksa Ha Do Yaa(Kwon Sang Woo) yang telah lama di kenal Hye Rim dan telah menyukainya sejak sebelum Ia masuk perusahaan penyiaran.

Cast
Ko Hyun Jung as Seo Hye Rim

Kwon Sang Woo as Ha Do Ya

Cha In Pyo as Kang Tae San

 Lee Soo Kyung as Jang Se Jin

Cast Extended :
 Park Geun Hyung as Lee Bae Ho
 Lee Soon Jae as Baek Sung Min
 Choi Il Hwa as Kim Myung Hwan
 Lee Jae Yong as Gong Sung Jo
Ahn Suk Hwan as Son Bon Shik
Im Hyun Sik as Ha Bong Do
Lee Joo Shil as Yoon Myung Ja
Kim Jae Bin (김재빈) as Park Dong Ha
Seo Ji Young as Kim Ji Soo
Song Ok Sook as Madam Min
Jang Young Nam as Wang Joong Ki
Park Ji Il as Chief of Staff
Kim Il Woo as Oh Jae Bong
Yum Dong Hyun (염동현) as Seo Soon Jae
Kim Jin Ho (김진호) as Kim Hyun Gab
Lee Moon Soo (이문수) as Kim Tae Bong
Shin Seung Hwan as Kim Chul Gyu
Choi Joo Bong as Min Dong Ho
Kim Tae Woo as Hye Rim’s late husband (cameo)
Park Hae Mi


Production Credits
Production Company: Lee Kim Productions
Producer: Goo Bon Geun, Lee Myung Woo (이명우)
Director: Oh Jong Rok, Jo Hyun Tak (조현탁)
Original writer: Park In Kwon (박인권), manhwa Dae Mul
Screenwriter: Yoo Dong Yoon


Notes
Originally scheduled to air in 2008 but was put on hold after budget constraints and filming locations.


Awards
- 2010 SBS Drama Awards: Grand Prize (Ko Hyun Jung)
- 2010 SBS Drama Awards: Top Excellence Award, Actor – Drama Special (Kwon Sang Woo)
- 2010 SBS Drama Awards: Top Excellence Award, Supporting Actor – Drama Special (Lee Jae Yong)
- 2010 SBS Drama Awards: Top Excellence Award, Supporting Actress – Drama Special (Lee Soo Kyung)
- 2010 SBS Drama Awards: PD Award (Cha In Pyo) 


Nikah Dini Kereeeen#1--Haekal Siregar/BAB III

BAB III


Hari kelulusan!
   Aku sebenarnya kurang begitu peduli dengan hari ini. Dengan segala gejolak yang kurasakan, maju ke depan dan menerima penghargaan sebagai peraih NEM tertinggi dari kelompok IPA adalah hal terakhir yang kupikirkan.
   Ketika Seli meneleponku dan mengingatkan aku tentang acara kelulusan itu, aku lumayan kaget juga. Untungnya kemarin-kemarin aku sudah sering berlatih band dengan Yongki en his geng. Jadi rencanaku untuk menjadikan upacara kelulusan ini sebagai acara yang tak terlupakan bakal kesampaian.
   Dengan tergesa-gesa, aku mencari pakaian ayahku. Baju-bajuku yang selama ini dikondisikan untuk acara nongkrong tentu saja tidak  tidak cocok untuk acara resmi seperti ini. Ayahku meminjamkan celana katun, kemeja, jas safar, beserta dasinya sekalian!
   Tambah lagi, aku juga meminjam sepatu kulit ayahku. Dengan meringis, harus kuakui bahwa aku termasuk remaja tidak bermodal juga! Kalau tidak karena aku harus maju untuk menerima penghargaan NEM tertinggi IPA, aku tidak akan pernah mau memakai baju tidak nyaman ini.
   Oh ya, Seli juga akan maju untuk menerima penghargaan NEM tertinggi bagi anak cewek IPA!
   "Keren kan!" ucapku dalam hati
   "Pasangan penerima NEM tertinggi! Aku menyebutnya sebagai pasangan Super!" kataku lagi geer dalam hati
   Sayanganya ketika upacara puncak pelepasan, tidak seperti tahun-tahun lalu, kali ini pasangan NEM tertinggi dicampur antara IPA dan IPS. Sehingga aku yang kalah tinggi NEM-nya dengan Erlangga, peraih NEM tertinggi putra dari IPS, terpaksa merelakan kekasihku dipasangkan dengannya saat upacara. itu
   Uuuh, seharusnya kan aku tuh!
   Sesampainya di pintu gerbang, sambil menunggu kedatangan Seli, aku meminta bantuan salah satu dari anak cewek kelas satu yang sedang berkerumun di warung depan sekolah. Dengan senang hati, dia memenuhi permintaanku. Dan dengan gaya kenesnya memakaikan dasi ke bajuku. Ketika tangannya mengalungi leherku, aku sih tersenyum senang saja menghirup wangi tubuhnya.
   Nah, ketika itulah Seli datang. Aku melambaikan tangan kepadanya sambil tersenyum. Upss...! Dia malah melengos pergi tanpa membalas senyumku sama sekali. Tentu saja aku bingung. Apa salahku? Kenapa pujaanku tega-teganya nyuekin aku?
   Ketika sedang bingung itulah, Ira tersenyum sambil terus merapikan dasiku. Saat itulah aku baru sadar. Wajahku dengan wajah Ira memang sangat dekat. Tidak sampai sejengkal jaraknya. Walaupun dengan pergaulanku selama ini, hal itu dianggap biasa saja. Segera kusadari mungkin bagi Seli hal ini adalah hal yang menyakitkan!
   Setelah beres pemasangan dasiku, aku mengucapkan terima kasih sambil langsung memasuki lingkungan sekolah untuk mencari Seli. Lapangan parkir sekolah sudah dipenuhi kendaraan pribadi, orang-orang tua murid saling berseliweran, dan para lulusan sedang sibuk berfoto-foto dengan teman-teman mereka sangat menyulitkanku untuk menemukan Seli.
   Yongki lah orang pertama yang kutemui. Ia langsung mengajakku latihan dulu di belakang sekolah untuk persiapan manggung kami nanti. Ya, mau nggak mau aku memilih mengikutinya. Seli nanti gampang dicarilah.
   Setelah upacara pelulusan, sekolah kami langsung mengadakan acara festival band. Grup bandku tentu saja termasuk yang maju saat itu. Dengan penuh kegembiraan dan kebanggaan, aku maju ke atas panggung dan langsung mengambil gitar listrik yang ada disana. Betapa tidak! Aku merasa pada saat terakhir inilah, aku lengkap sebagai siswa SMA!
   NEM tertinggi, pacar cantik, jago gitar, anak band, atlit taekwondo, apa lagi? Dengan penuh semangat aku mulai memainkan gitarku sambil melirik ke arah ibuku yang tersenyum melihatku. Aku balas tersenyum sambil mencari sosok Seli. Namun, betapa kecewanya aku ketika tidak mendapatinya di antara tempat duduk penonton yang telah disiapkan di depan panggung!
   Sejenak senyumku menghilang.
   Ya, well, kalau pacarku tidak mau mendengarkan permainanku, paling tidak masih banyak wanita lain yang mau! Dan aku mulai melancarkan senyumanku yang sempat menghilang ke kerumunan cewek yang sedang berjoget di depan panggung mengikuti irama musik kami. Beberapa di antara mereka terlihat membalas senyumku.
   Dan aku bertambah bangga!


* * *


   Seperti biasa, lapangan parkir di Puncak Pass penuh dengan muda-mudi yang ingin menikmati suasana diskotik gratis di sini. Yongki sedang berputar-putar dengan gaya dance keren di atas karpet yang kami bawa, dan gelar di salah satu sudut parkir. Dia punya kelebihan dalam musik dan dance. Sesuatu yang sebenarnya ingin kumiliki juga untuk melengkapi sederet kelebihanku.
   Mobil-mobil berjejer di sekitar kami. Beberapa di antaranya adalah mobil-mobil mewah yang harganya pasti tiga kali lipat harga rumahku. Beberapa kelompok malah membawa lampu diskotik sendiri. Sehingga suasana benar-benar panas sekali. Dipenuhi deruman mobil, warna-warni lampu disko, dan lagu-lagu yang saling bercampur membentuk harmoni acak-acakan dari sound system masing-masing mobil.
   Belum lagi udara yang dipenuhi asap knalpot, asap rokok, wangi parfum, asap ganja, dan berbagai bau lainnya. Aku sendiri hanya berdiri sendiri bersender ke mobil Mita. Sementara beberapa kelompok terlihat bergabung dengan kelompok kami dan mengagumi gerakan dance Yongki.
   Ketika perhatian semua orang sedang tertuju ke gerakan-gerakan Yongki yang keren itu, tiba-tiba aku teringat kejadian siang tadi di rumah Seli. Baru saja aku hendak memanggil Eko buat curhat, Sita datang dengan baju seksi dan senyum menggodanya.
   "Dance, yuk", ajak Sita sambil menarik tanganku.
   Tiba-tiba aku mendapatkan pikiran aneh. Sudah beberapa lama Sita seperi mencoba menarik perhatianku. Plus konfirmasi-informasi dari Mita bahwa Sita sebenarnya menyukai kecerdasan dan sikap ceriaku.
   "Bandingkan dengan Seli", bisik sebuah suara di kepalaku.
   "Seli nggak kalah cantik dibandingkan Sita. Dia cuma terlihat lebih menarik karena baju seksinya saja", bisik suara lain.
   "Tapi sama Sita, lo bisa melakukan hal-hal yang disebut orang sebagai pacaran. Plus lo udah akrab sama keluarganya. Bapaknya sering berbagi rokok dengan lo, ibunya pernah nge-dance sama lo, kakaknya beli ganja bareng sama lo. Apa lagi?" ngotot juga suara di kepalaku ini.
   Membayangkan kepanasan duduk di luar rumah Seli, gaya pacaran kami yang kuno, pengawasan adik-adiknya, tiba-tiba berkelebat di mataku. Dan aku tersenyum sambil mengikuti tarikan tangan Sita ke tengah karpet dance. Yongki sudah terkapar kelelahan di samping pacarnya yang mengelap keringatnya dengan penuh kasih sayang.   
   Aku mulai dance. Boleh juga gerakanku tidak sebagus Yongki. Tapi aku dibarengi cewek cantik dan seksi yang mungkin saja akan menjadi pacarku sebentar lagi.
   
* * *


   Hari UMPTN!
   Aku hanya
   Malam terakhir persiapan UMPTN, dan aku masih belajar sampai pukul tiga pagi. Dengan grogi aku memikirkan bahwa beberapa jam lagi dari sekarang, aku sudah akan menghadapi kertas ujian. Ada dorongan yang sangat kuat untuk membaca lagi buku-buku yang kini berserakan di lantai kamarku. Sekedar untuk menentramkan hatiku yang begitu grogi ini.
   Namun, tiba-tiba aku sadari bahwa akan lebih baik istirahat daripada meneruskan belajarku. Daripada nanti pas ujian aku malah ngantuk,coba?
   Pukul lima pagi, aku sudah berada di dalam taksi yang semalam sudah dipesan menuju rumah Seli. Karena kami dan sebagian besar siswa di sekolahku mendaftar secara kolektif di Bu Merylin, otomatis banyak di antara kami yang ujian di tempat yang sama.
   Aku sedang membalik-balik buku panduan UMPTN untuk menghapalkan kode jurusan pilihanku nanti. AKu sendiri seperti biasanya menyerahkan keputusan untuk mendaftar di jurusan mana kepada ibuku. Jadi, sebenarnya aku sendiri tidak begitu tahu apa sih yang dituliskan oleh ibuku waktu itu?
   Apalagi aku mengumpulkan formulir pendaftaran tepat sepulu menit sebelum Ibu Merylin pergi untuk menyerahkan kumpulan formulir. Itupun karena Seli meneleponku untuk mengingatkan bahwa hari itu adalah hari terakhir penyerahan formulir pendaftaran UMPTN!
   Kalau tdak, entah bagaimana nasibku sekarang.
   Setelah menjemput Seli di rumahnya, aku tertidur di bangku belakang karena kelelahan. Semua barang-barangku kutitipkan kepada Seli. Entah berapa lama aku tertidur, sampai Seli membangunkanku untuk memberi tahu bahwa kami telah sampai.
   Dengan mata yang masih berat dan kuap di mulut, aku turun dengan malas mengikuti Seli ke dalam kompleks lokasi ujian. Karena memperhitungkan kemacetan di pagi hari, kami datang sangat terlalu cepat! Terlihat dari masih kosongnya lokasi ujian. Sepertinya kami adalah siswa yang datang paling pertama!
   "Ngopi dulu yuk, Sel", ajakku ke Seli
   "Di mana?"
   "Tadi di depan aku lihat ada warung. Mungkin di sana jual kopi", kataku lagi setengah ngelindur.
   kami mendatangi warung yang terletak pas di depan pintu gerbang kompleks sekolah itu. Seperti pikiranku warung itu menjual kopi lengkap dengan rokoknya! Dengan gembira aku memesan kopi hitam beserta Gudang Garam Filter setengah bungkus.
   Seli sudah tahu bahwa aku seorang perokok, lagian siapa yang tidak tahu? Walaupun pernah dengan nada bercanda dia bilang, "Kalau dari pertama ketemu aku sudah tahu kamu perokok, nggak bakalan pernah aku menerima kamu".
   Waktu mendengar itu, aku hanya tertawa dan membalas. "ya, itu taktikku, Mana mungkin aku memperlihatkan keburukan pada kesan pertama?"
   Walaupun sebenarnya waktu aku pertama kali bertemu Seli, diperjalanan menuju lokasi lomba cerdas cermat, aku tidak merokok karena tidak punya uang. Bukannya sengaja mencoba menarik perhatian Seli. Apalagi waktu itu aku masih agak-agak 'anti' dengan wanita berjilbab.
   Kami menunggu dimulainya ujian di warung itu. Tidak terasa sudah pukul 06.30 pagi. Tampak Mita dan kawan-kawanku yang lainnya datang dengan mobil mereka.
   Setelah membayar minuman dan makanan yang kami makan, sambil mengajak Seli, aku berjalan menghampiri mereka. Terus terang, baru pertama kali ini aku memperkenalkan Seli kepada teman-temanku. walaupun mereka satu sekolah, namun karena dunia mereka jauh berbeda, teman-temanku sepertinya baru pertama kali ini bertemu dengan Seli.
   Seli pun sepertinya agak canggung ketika pertama kali bertemu Mita. Setelah beberapa lama bercakap-cakap dengan mereka. Seli pamit kepadaku untuk bergabung dengan teman-temannya sesama jilbaber.
   "So, sepertinya teman baru kita agak nggak nyaman ngobrol sama kita-kita", ucapk Mita ketika Seli baru pergi.
   "Ya, mau gmana lagi. Rohiiiss! Mereka kan cuma mau gaul sama sesamanya", sambung Anggun yang walaupun namanya itu adalah seorang lelaki!
   "Sori, deh. Tapi gue juga ngobrol bareng mereka yang jilbaber itu...Gak nyaman!" jawabku sambil memandang ke arah Seli.
   Tampak dia sedang mengobrol dengan teman-temannya sambil tertawa renyah. Oh, berbeda sekali sikapnya dengan saat ngobrol bersama teman-temanku.
   Hari terakhir ujian, aku pulang bersama Seli ke rumahnya. Orang tua Seli masih malas menemuiku. Aku sudah mulai terbiasa menghadapinya. Hanya sesaat di rumah Seli, aku pamitan dan langsung pergi ke rumah MIta. Mereka sudah bersiap-siap hendak pergi.
   "Mau kemana, nih?" tanyaku
   "Maen, yuk? Kita ngerayain kelulusan kita dan ulang tahun Mita pergi ke Anyer. Mau ikut, nggak?" jawab Roman yang masih sibuk memasukkan barang-barang ke dalam mobil

Hero



Title: 히어로 / Hero
Chinese Title : 可疑的英雄
Previously known as: 보이지 않는 전쟁 (Unseen Warfare) / 수상한 히어로즈 (Strange Heroes)
Genre: Comedy
Episodes: 16
Broadcast Network: MBC
Broadcast period: 2009-Nov-18 to 2010-Jan-14
Air time: Wednesdays & Thursdays 21:55


Sinopsis
Hero adalah cerita mengenai reporter Top Korea dan penduduk biasa berjuang melawan kekuasaan elite. Jin Do hyuk adalah seorang reporter pintar dan berbakat yang hidup serampangan dan putus asa saat wanita yang ia cintai meninggal dunia.

Dia kemudian memutuskan untuk memulai hidup baru dengan membantu korban dari kejahatan. Dia menjadi pahlawan modern yang berjuang melawan ketidakadilan.

Joo Jae In adalah supervisor baru di Kantor Polisi Kangsan.

Kang Hae Seong adalah reporter handal dan terhormat dari Daese Ilbo, sebuah koran harian yang besar dan prestisius, dimana ia dipercaya sebagai orang kedua setelah sang pemiliknya.



Cast
Lee Joon Ki as Jin Do Hyuk (28)

Yoon So Yi as Joo Jae In (28)


Uhm Ki Joon as Kang Hae Seong (28)

Baek Yoon Shik as Jo Yong Deok (50)

Extended cast

Ji Chang Wook as Park Joon Hyung
Shin Joo Ah as Choi Ho Kyung (26, Il Doo’s daughter)
Choi Jung Woo as Choi Il Doo
Jo Yang Ja as Kim Bok Soon (Hae Seong’s mother)
Jung Soo Young as Na Ga Yeon
Jung Suk Yong as Cha Man Soo
Jin Sung (진성) as Go Eun Shik
Jo Kyung Hoon as Bong Sang Chul
Lee Han Wie as Na Kyung Man
Kim Ik as Oh Jung Il
Choi Bum Ho (최범호) as Jang Heung Ki
Han Soo Jin (한수진) as Kang So Hee
Jang Young Nam as Jin Do Hee (Do Hyuk’s older sister)
Kim Hyang Gi as Jin Sol (10, Do Hee’s daughter)
Uhm Ji Sung (엄지성) as Jin Jung (6, Do Hee’s son)
Lee Hye Sook as Myung Hee (Jae In’s mother)
Yoon Seung Ah as Jo Yu Ri (Yong Deok’s daughter)
Joo Jin Mo as Gong Chil Sung
Choi Soo Rin as Madam P
Seo Seung Man as President of Monday Weekly Magazine

Guests/Cameos
Park Gyu Ri of KARA as herself
Han Seung Yun (한승연) of KARA as herself
Jung Nicole (정니콜) of KARA as herself
Gu Ha Ra (구하라) of KARA as herself
Kang Ji Young (강지영) of KARA as herself

Production Credits
Producer: Lee Jae Dong
Director: Kim Kyung Hee, Lee Dong Yoon (이동윤)
Screenwriter: Park Ji Suk (박지숙)


Notes
- Actress Han Ji Min dropped out from the leading role before filming starts to be replaced by actress Kim Min Jung.
- Due to a serious shoulder injury, actress Kim Min Jung was forced to leave the production on 31st October, 12 days before the airing date. and replaced by Yoon So Yi.

Awards
2009 MBC Drama Awards: Popular Actor Award (Lee Joon Ki)







Nikah Dini Kereeeen#1--Haekal Siregar/BAB II

BAB II
Sabtu sore untuk pertama kalinya setelah kami sebulan resmi “deketan” aku akhirnya diperbolehkan mengantar Seli ke rumahnya. Kami duduk dengan canggung di dalam angkot 04 menuju daerah Beji. Depok.
Sesekali aku memandangi wajah Seli yang selalu menunduk. Kecantikan dalam kesederhanaan. Dengan sedikit sekali riasan di wajahnya. Seli sangat berbeda dengan gadis-gadis lain yang aku kenal. Tak ada merahnya lipstick, coklatnya pemulas pipi, hitamnya eyeshadow atau warna warni lainnya. Hanya putih berseri alami.
Seli pasti merasa juga lagi kuperhatikan
“Kenapa? Grogi,yah?”
“Tergantung, grogi karena pertama kali ke rumahmu atau grogi karena sedang bersamamu”, jawabku menggoda.
Walaupun katanya “pacara” kami jarang sekali bertemu. Tidak ada acara pulang sekolah bersama, nonton bioskop, apalagi pergi ke diskotik bareng. Hubungan kami sampai saat ini hanya sebatas obrolan-obrolan menyenangkan via telepon. Tidak lebih dari itu. Sangat berbeda dengan gaya pacaranku sebelumnya. Aku sendiri merasa harus menyesuaikan diri lebih banyak dengan keadaan ini.
Menghadapi pertanyaanku, Seli sekilas terlihat tersipu-sipu.
“Seperti yang pernah aku ceritakan, aku belum pernah pacaran sebelumnya. Baru kali ini ada cowok yang datang kerumahku. Aku belum bisa membayangkan tanggapan kedua orang tuaku nanti” ucapnya serius
Satu hal lagi yang harus kubiasakan! Jarang sekali aku memakai istilah ‘aku-kamu’ dalam percakapan. Sangat canggung!
Sebenarnya aku tidak pernah merasa grogi kalau datang ke rumah pacar-pacarku yang dulu. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Entah bagaimana, aku memiliki kelebihan dalam menarik simpati dari ‘calon-calon mertua’-ku dulu. Cukup pertahankan sikap sopan (terkadang sedikit menjilat), tanggapi semua obrolan mereka (tak peduli sudah berapa bosan dirimu), selipkan beberapa cerita tentang kelebihan dirimu dan kamu sudah mendapatkan kepercayaan dari semua orang tua gadis mana pun yang senang melihat kesopanan dan kelebihan pemuda pilihan anaknya.
“Tadi siapa nama bapak kamu?” tanyaku
Dari pengalaman, setiap berkunjung ke rumah seorang gadis, bapak gadis itu selalu akan menjadi tantangan pertama yang harus dihadapi.
“Engkos. Engkos Ahmad Kosasih”, jawab Seli santai
Lagi-lagi nama yang agak asing ditelingaku.
“Coba cek lagi, bapak kamu S2 Teknik Mesin dan menjadi dosen di Universitas Indonesia. Benar, kan?” ucapku lagi sambil mencodongkan badan lebih ke depan.
Seli hanya mengangguk sambil tersenyum dan menarik diri lebih jauh dariku. Lagi-lagi hal yang perlu dibiasakan!
Tak dapat berdekat-dekatan dengan pacarku adalah sebuah tantangan yang perlu kulalui.
“Bapak kamu orang Tasik. Jadi ada kemungkinan kenal dengan ibuku?” tanyaku
Ibuku. Pipiet Senja, adalah seorang pengarang. Walaupun saat itu ia tidak begitu aktif lagi. Tapi dia sering mengisi rubric cerpen di majalah Mangle, majalah satu-satunya berbahasa sunda. Seharusnya banyak orang sunda yang mengenalnya
Seli Kembali mengangguk. Kemudian aku terus menyebutkan fakta-fakta mengenai keluarganya. Mereka masih mengontrak rumah. Jumlah anak yang banyak. Lima orang, membuat penghasilan ayahnya sebagai seorang dosen masih kurang memadai.
Namun tetap saja aku merasa kaget melihat rumahnya ketika kami sampai. Rumah yang dihuni tuhu orang itu, tidak lebih besar dari kontrakan yang dimiliki oleh ayahku. Dengan struktur yang sama juga, pintu kecil berdempet dengan rumah lain di sebelahnya. Aku selalu menanamkan untuk tidak menganggap kekayaan yang diperoleh ayahku sebagai kekayaan milikku.
Hal yang membuatku dapat bergaul dengan siapa saja mulai dari tukang becak sampai anggota DPR. Namun untuk sesaat, walaupun tidak pernah kuucapkan pada Seli, aku merasa keluargaku kaya sekali. Sesuatu yang sangat jarang kurasakan mengingat standar kekayaan teman-teman sekolahku.
Setelah mengucapkan salam, Seli masuk ke dalam rumah untuk memberitahukan kedatanganku. Sementara aku sendiri duduk di sebuah kursi kawat di pekarangan selebar setengah meter di halaman depan rumah. Sempat kuedarkan pandangan melihat-lihat keadaan rumah.
Pekarangan yang sempit ini terasa lebih sempit lagi karena sebagian tanahnya digunakan untuk kebun. Setangkai kembang sepatu terlihat mekar menghiasi kebun kecil itu. Beberapa tanaman merambat dan rumput hias juga terlihat memenuhi kebun kecil namun terawat itu.
Tak berapa lama, Seli Kembali keluar sambil membawa sebotol air dengan gelasnya.
“Sebelah sana ada rumah bu Tati”, katanya sambil meletakkan botol di meja kawat kecil di sampingku.
Aku memandang sekilas kea rah rumah yang ditunjukkan oleh Seli. Bu Tati guru di sekolah kami walaupun belum pernah mengajarku.
Bersama Seli, terlihat agak malu, berdiri seorang anak lelaki berusia kira-kira Sembilan tahun
“Imam namamu ya, kan?” ucapku berusaha terlihat ramah sambil mengulurkan tangan.
Anak laki-laki itu hanya mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata pun
“Ayo, salam”, kata Seli kepada adiknya.
Imam menyalami kemudian mencium tanganku tanpa berkata apapun. Tak lama, adiknya Ihsan menyusul. Aku sempat kagum dengan ketampanan anak itu. Walaupun baru berusia tujuh tahun, tapi sosoknya memiliki kemungkinan yang sangat besar untuk tumbuh menjadi pemuda tampan. Pasti ketampanannya bisa mengalahkan artis sinetron.
Aku Kembali menyapanya dengan sikap ramah. Ihsan juga hanya mengangguk kemudia mencium tanganku. Tak lama, kedua anak tadi sudah mulai bermain congklak tanpa memedulikan kami.
“Ortu lagi pergi, ya?” tanyaku kepada Seli yang sendang duduk di kursi bersebrangan denganku.
Untuk sesaat Seli terlihat ragu untuk menjawab.
Kemudian. “Ada, di dalam”, jawabnya sedikit malu.
“Apa aku mesti ke dalam?” tanyaku lagi dengan suara yang direndahkan.
“Adik-adikku lagi nonton TV di ruang tengah. Mereka baru pulang dari sekolah. Jadi agak malas kalau disuruh pakai jilbab”, jawab Seli yang terdengar seperti sebuah alas an bagiku.
Aku hanya mengangkat bahu lalu mulai minum air di gelas.
Kami mengobrol sampai pukul lima sore. Sepanjang waktu itu pula Imam dan Ihsan terus bermain congklak di samping kami. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Seli masuk sebentar ke dalam rumah sambil membawa botol dan gelas yang sekarang sudah kosong.
Lamat terdengar suara Seli yang memohonkan pamit bagiku. Namun aku tak mendengar jawaban dari orang tua Seli. Setelah Seli keluar, kami berjalan tanpa kata ke arah jalan raya. Aku sendiri masih bingung dengan keadaan ini. Biasanya orang tua mantan pacarku langsung menemuiku, dan menanyakan berbagai macam kepadaku. Bukannya mendiamkanku di teras dengan anak-anak berumur 6 dan 9 tahun sebagai pengawasku.
Mereka juga ikut bersama kami ke arah jalan raya. Kedua anak itu tidak pernah menjawab apapun yang kutanyakan. Dengan perasaan kecewa dan nyaris putus asa, aku tidak pernah mengajak mereka ngobrol lagi.
Hhhh...ada apa ini?!

* * *

Aku memutuskan untuk minum jus dulu di warung pinggir jalan raya, sekedar untuk menenangkan pikiranku yang penuh tanda Tanya.
                “Ada apa, yah?” akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari mulutku.
                Imam dan Ihsan sedang sibuk dengan minuman yang kubelikan dan berhasil membuat mereka mengucapkan terima kasih dengan wajah yang lucu sekali. Hhhhh….Sesungguhnya aku selalu ingin punya adik laki-laki.
                Seli terdiam sesaat. Kemudian ia berkata “Maaf, sepertinya ayahku agak shock melihat aku mulai membawa cowok ke rumah. Hal yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya”.
                Aku terdiam. Aku memang tahu bahwa para jilbaber tidak pernah mengenal istilah pacaran. Kamus mereka penuh dengan istilah-istilah Arab yang sebenarnya akupun mengerti semuanya. Gaya hidupku tak pernah berhasil melupakan ajaran-ajaran agaran yang diterapkan dengan keras oleh orang tuaku sejak kecil. Tapi aku tak pernah membayangkan bahwa suatu saat aku akan mendapat hambatan karena konsep itu.
                “Apa ini berarti bahwa aku tidak boleh ke rumahmu lagi?” tanyaku lagi.
                Seli hanya mengangkat bahu kemudian terdiam lagi.
                Kami terdiam untuk beberapa saat. Pikiranku sibuk dengan peringatan-peringatan teman-temanku tentang ribetnya berhubungan dengan jilbaber. Sementara Seli entahlah, aku tak tahu.
                Aku akhirnya mengambil napas panjang kemudian memutuskan untuk pulang saja. Tak ada lagi yang dapat kami bicarakan. Benak kami terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing.
                “Ya, aku pulang dulu. Nanti malam aku telepon deh”, ucapku sambil tersenyum dan mengambil tas yang tergeletak di samping kaki kiriku.
                Seli hanya membalas dengan senyum lemah tanpa mengucapkan apapun. Aku mengangkat bahu seakan tak peduli kemudian pergi. Sekilas, kulihat ada Kristal bening menggantung di sudut-sudut mata Seli.

* * *

Aku berjalan gontai menuju rumah Mita. Hamper tiap hari, anak-anak selalu nongkrong di sana. Begitu pula hari sabtu ini. Kami memiliki ‘kebiasaan’ untuk pergi ke puncak Pass, setiap malam minggu. Di sana kami biasa mebaut bersama muda-mudi nge-dance sampai pagi.
                Rupanya tampang kusutku terlihat di wajahku. Sampai-sampai kata pertama yang diucapkan Eko ketika melihatku adalah “Ada apa, Kal? Bukannya elo baru nganterin Seli ke rumahnya? Kok tampang lo malah kusut begitu sih?”
                Aku menarik napas panjang dan langsung mengambil tempat duduk di samping Eko. Ia adalah sahabatku sejak kelas satu SMA. Bersama Farabi, kami bertiga malah sempat ikut-ikutan mengankat sumpah menjadi saudara di mushola sekolah. Cuma bedanya, kami kurang memiliki nyali untuk menyatukan darah seperti pada salah satu film Jet Lee yang malamnya baru saja kami tonton.
                Eko hanya memandangku dengan penuh tanya. Suasana rumah MIta sepi sekali. Sepertinya baru Eko yang datang. Sepeda motornya terparkir di pekarangan di samping bangku rotan yang sekarang sedang kududuki. Sesekali terdengar suara burung beo dari sangkar yang tergantung di langit-langit. Semilir angin yang menghantar udara panas, tidak sedikit pun mengurangi suasana gerah udara sekitar kami.
                “Yang lain pada ke mana Ko?” tanyaku tanpa menjawab pertanyaan Eko sambil meletakkan tasku di meja di hadapan kami.
                “Yee…ditanya malah balik nanya? Nggak sopan tau!” seru Eko sambil pura-pura marah.
                “Iya…iya…ntar gua jawab. Tapi kalo gua udah yakin gak ada yang dengerin kita. Makanya jawab pertanyaan gua dulu, dong” jawabku sedikit mendesak.
                “Mita, katanya ada acara ke gereja. So, dia sama keluarganya lagi ke gereja sekarang”, jawab Eko sambil mengambil kacang yang berserakan di meja. Dari bekas kulitnya kelihatannya dia rajin juga makan kacang.
                “Roman juga ikut. Terus yang lain sedang cari makanan ke Plaza Depok. Jadi gua lagi kebagian jatah ronda, nih”, lanjut Eko sambil mengunyah kacang dan memainkan gitar, dua hal yang sah-sah saja dilakukan bersamaan.
                Perkataan Eko membuatku agak ngeri. “Roman? Ngapain dia ikutan ke gereja?”
                Roman adalah pacar Mita. Dia adalah seorang muslim, paling tidak KTPnya masih menuliskan kata islam di baris agama. Walaupun aku tidak pernah melihat dia sholat. Dia juga jarang mau kalo diajak sholat jumat barng. Tapi ikutan acara gereja? Paa-apaan nih?
                “Nggak tau, tuh”, Eko melanjutkan tapi dengan suara yang lebih mirip bisikan. “Denge-denger katanya Roman lagi mikir-mikir buatpindah agama ke Krisen. Gua gak nyngka dia serius banget sama Mita. Lo tau, nggak? Waktu MIta nganter Roman ke rumahnya, mereka kan pake mobil Mita. Nah, waktu ibu Roman ngeliat salib besar ngegantung di bawah kaca spion mobil Mita, katanya sih dia langsung ngediemin Mita selama di rumahnya…”
                “Trus, katanya lagi. Roman habis-habisan dimarahin ortunya, waktu MIta udah pulang. Nah, sekarng gua pernah ngobrol bareng si Roman tentang hal itu. Dia ngambil kesimpulan, bahwa seandainya orang tuanya ngelarang dia berhubungan dama MItakarena perbedaan agama, trus apa salahnya kalo sekalian dia aja pindah agama?”
                Eko berhenti sebentar untuk mengambil napas. Aku sempat melongo kagum mlihat dia bisa menceitakan gossip tadi dalam satu napas.   Jeda itu kupergunakan untuk mengajukan pertanyaan lagi. “Kenapa nggak si Mita aja yang pindah agama? Lagian kan kita baru kelas tiga SMA. Hubungan MIta sama Romagn juga masih taraf pacaran, kan? Ngapain udah ributin maslah agama segala, sih? Kesannya mereka udah pasti mau kawin aja” sekarang giliran aku yang kehabisan napas kebanyakan ngomong.
                Gantian si Eko yang memanfaatkan jeda itu untuk menjawab.
                “Yaah…Gua juga nggak ngerti sih. Tapi kata si Roman, ortunya khawatir aja ngeliat hubungan MIta sama Roman yang menurut gua juga, agak terlalu jauh. Lo tau sendiri kan? Si Roman dari seminggu paling berapa hari sih pulang ke rumahnya? Paling satu atau dua hari aja, kan? Nah, selebihnya dia malah suka tidur sekamar sama MIta. Walaupun kata mereka nggak terjadi apa-apa, tapi kalo bakal terjadi apa-apa, gimana? Kayaknya ortu Roman ngekhawatirin masalah itu, deh…”
                Habis lagi deh napas si Eko. Jadi sekarang dia sibuk mengambil napas buat melanjutkan ceritanya. Tapi sebelum dia ngomong apa-apa, mobil Mita masuk ke pekarangan rumah. Kami langsung diam.
                “Hei, guys. Lo berdua abis ngapain ngos-ngosan gitu?” sapa Mita begitu keluar dari mobil yang diikuti oleh segerombolan anggota keluarga lain.
                Aku sih kagum-kagum saja melihat pakaian mereka. Kenapa, ya, orang Kristen kalau pergi ke gereja selalu berpakaian sedemikian rapinya? Beda sekali dengan pemandangan ketika aku sedang sholat jumat. Apa itu menunjukkan perbedaan tingkat kesejahteraan kita?
                “Ah, nggak. Gua lagi maen lama-lamaan tahan napas aja sama Eko” jawabku ngasal.
                Mita percaya saja, sih. Kami memang sering melakukan hal-hal aneh berdua. Jadi adu tahan napas sih bukan hal besar. Paling nggak, kami pernah main adu cepat memanjat atap rumah si Mita ketika sedang tidak ada kerjaan.
                Mita mengangkat bahu dan masuk ke dalam rumah bersama keluarganya.
                “Gua mandi dulu, yah. Gerah banget nih. Jadi kan ke PUncak?”
                “YA iyalah. Ngapain coba kalo nggak ke Puncak? Bengong di sini?” jawab si Eko
                Aku masih diam. Pikiranku ditambah lagi sekarang. Tentang Roman yang pindah agama dalam umur semuda itu, merupakan bayangan hitam yang mengabutkan otakku. Kejadian di rumah Seli sih belum ada apa-apanya dibandingkan hal ini. Walaupun aku tidak berani menyebut satu pun pemuda yang sering berkumpul di rumah Mita ini, yang kebanyakan adalah muslim, sebagai muslim yang baik, tapi aku tidak rela juga kalau ada yang pindah agama seperti ini.
                Apalagi alasannya terlalu sepele. Hanya karena seorang gadis? Hah!
                Roman duduk di sampingku sambil langsung mengambil gitar di hadapannya. Aku masih menatap dia dengan pikiran-pikiranku ketika dia mulai memainkan gitarnya. Permainan gitar si Roman tidak begitu bagus, sih. Dan sekarang dia sendang mencoba memainkan lagu White Lion yang berjudul Till Death Do Us Part dengan nada yang salah.
                Aku kepingin mengajaknya bicara mengenai perpindahan agamanya itu. Tapi aku paling tidak tahan mendengar lagu favoritku dimainkan sejelek itu. Jadi alih-alih mengajak bicara Roman. Aku lebih memilih merebut gitar dari tangannya dan mulain memainkannya. Kali ini dengan nada yang benar.


Jumat, 10 Juni 2011

Lovers in Paris


Title: 파리의연인 / Pa-ri-eh yun-in / Lovers in Paris
Chinese Title : 巴黎恋人
Also known as: Des amoureux á Paris / My Sweetheart In Paris / Romance in Paris
Genre: Romance
Episodes: 20
Broadcast network: SBS
Broadcast period: 2004-06-12 to 2004-08-15
Air time: Saturday & Sunday 9:55 PM



Cast
Kim Jung Eun as Kang Tae-young
Park Shin Yang as President Han Ki-joo
Lee Dong Gun as Yoon Soo-hyuk (Ki-joo’s nephew)
Oh Joo Eun as Moon Yoon-ah (daughter of Congressman Moon)
Kim Suh Hyung as Baek Seung-kyung (Ki-joo’s ex-wife)
Jung Ae Ri as Han Ki-hae (Soo-hyuk’s mother)
Kim Sung Won as Chairman Han Sung-hoon (Ki-joo’s father)
Park Young Ji as Director Choi Won-jae (President Han’s right-hand man)
Jo Eun Ji as Choi Yang-mi (Tae-young’s friend in Paris)
Yoon Young Joon as Kim Seung-joon (Ki-joo’s secretary)
Sung Dong Il as Kang Pil-bo (Tae-young’s uncle)
Kim Young Chan as Kang Gun (Tae-young’s little cousin)
Lee Se Chang as Park Jung-hak (CEO of J Motors)
Kim Sang Soon as Congressman Moon Ji-hwan (Yoon-ah’s father)
Suh Kwon Sook as Mrs. Moon (Yoon-ah’s mother)
Kim Chung as Madame Vaudier
Kim Hyung Bum
Joo Min Soo

Production Credits
Producer: Kim Yang
Director: Shin Woo Chul
Writer: Kim Eun Sook, Kang Eun Jung 






Hong Gil Dong


Title: 쾌도 홍길동 / Hong Gil Dong
Also known as: Sharp Blade Hong Gil Dong
Chinese title : 快刀洪吉童
Genre: Comedy, romance, action, drama
Episodes: 24
Broadcast network: KBS2

Broadcast period: 2008-Jan-02 to 2008-Mar-26
Air time: Wednesday & Thursdays 21:55 (9:55 Korean time)

Sinopsis :
jadi ceritanya begini, Hong Gil Dong ithu anak nya tdk resmi nya perdana mentri Yi Pan, dia suka malas2an, sampe akhirnya dia merasa sakit hati dan melihat ketidakadilan di rakyat jelata karena raja nya yang kayak orang gila dan pejabat yang suka korupsi dan suap, nah dia ini ketemu Heo Yi Nok yang ceria dan lucu pdhl Heo Yi Nok ini adalah anak perdana mentri Ryu Gong Chan yang dulu keluarga nya dibunuh sama ayah nya Gil Dong karena punya pedang Sa Yin yang berisi tahta kerajaan akan diberikan pada anak nya Chang Hwi yang skrg udah membangun kekuatan diam2 untuk merebut tahta kerajaan dari raja skrg yang merupakan kakak tiri nya Chang Hwi…nah dengan secara tdk sengaja, Hong Gil Dong ithu akhirnya jadi terkenal dikalangan rakyat, dan kadang dijadikan pahlawan, sampe akhirnya Hong Gil Dong pun mendukung Chang Hwi merebut tahta nya menjadi raja, Ryu Yi Nok pun yang tahu asal usul dia sebenernya pun pengen dijadikan permaisuri walaupun dia cinta nya ama Hong Gil Dong…
ternyata pada akhir2 episode, diketahui bahwa pedang Sa Yin ithu palsu, jadi emang cuma rekayasa permaisuri alias ibunya Chang Hwi dan Ryu Gong Chan biar Chang Hwi yang jadi raja bukan kakak tiri nya, gt, nah pada saat diketahui sama Chang Hwi dia jadi stress gt dan memilih pejabat yang tdk bener, yang bikin Hong Gil Dong dan teman2 nya gak suka sama sikap Chang Wi ini…Hong Gil Dong sebenernya masi mendukung tuan mudah ini jadi raja api ingin memperingatkan bahwa dia harus adi raja yang baik…gt…
drama Hong Gil Dong bener2 lucu abis, gw ketawa ngekek liat tingkah nya Gil Dong ama teman2 nya, apalagi kisah cinta nya sama Yi Nok, yang paling gw ingat pas Yi Nok bilang “I Love You”, Yi Nok bilang ithu orang barat di negara Cina pas dia pergi ke Cina dulu suka blg gt, Gil Dong nya dengan bego nya gak tau artinya apa…hehehe….selain ending nya, Chang Hwi yang emang bener2 berwibawa disini, jarang bgt senyum…jd bagi yang suka ama Jang Geun Seok siap2 aja sebel…uehehe…

Overall, Drama ini sangat bagus buat ditonton and reccomended banget lah buat semua yg suka ama serial korea, terutama serial korea dengan kategori komedi romantis walaupun ada embel2 actionnya.

Cast
Kang Ji Hwan as Hong Gil Dong
Karakter Gil Dong dimainkan oleh Kang Ji Hwan.. Ji Hwan oppa sifatnya childish [saat bersama Yi Nok], wise [saat jadi ketua geng pencuri], dont care [selalu bilang 'is not my bussines' kalo pertama kali ketemu masalah orang lain],sadly [karena berstatus anak haram, beliau gag pernah dianggap sebagai anak].. Gil Dong sebenernya anak haram pejabat Hong sama pembantu, makanya beliau selalu dianggap budak dirumah nya sendiri.. Tempat persembunyian Gil Dong di Kuil Ma Ku, disana ada guru yang ngajari beliau.. 


Sung Yu Ri as Heo Lee Nok
Karakter Yi Nok dimainkan oleh Sung Yu Ri.. cantik banget.. aku suka gaya rambutnya walo itu cuma wig.. sifatnyachildish [karena diasuh oleh kakek gelandangan maka sifatnya selalu kekanak"an dan brutal], starving [percaya deh kalo beliau titisan dewi kelaparan, banyak banget makan nya], nice [beliau gag pernah lupa sama kakek nya, selalu ngeliat penderitaan orang lain, selalu membantu sesama nya], stupid girl [karena beliau sangat polos, jd terlihat bodoh & gag peka thdp circumstances], expresif [biar bahagia, beliau selalu mengeluarkan emosi nya dan tidak pernah memendam dalam perasaan].. sifat” itu yg bikin Chang Hwee dan Gil Dong cinta mati sama Yi Nok..


 Jang Geun Suk as Lee Chang Hwui
Karakter Chang Hwee dimainkan oleh Jang Geun Suk.. my lovely oppa.. sifatnya ambitious [berusaha menjadi raja yang sebenarnya], strategic [beliau menjadi tuan muda dalam perdagangan, jadi kalo maw nyerang istana lewat usaha dagang dengan berbagai startegi], noble[beliau adalah keturunan raja]..


 Kim Ri Na as Seo Eun Hyo







Extended Cast
Kim Jae Seung as Hong In Hyung (Gil Dong’s brother)
Cha Hyun Jung as Jung Mal Nyeo
Park Sang Wook as Shim Soo Geun
Choi Ran as Court Lady Noh / Noh Sang Koong
Ahn Suk Hwan as Seo Yoon Sup / Minister Seo (Eun Hye’s father)
Jung Eun Pyo as the monk / Gil Dong’s master
Son Hyun Sul (손현술)
Moon Se Yun (문세윤) as Mr. Yeon
Kil Yong Woo as Hong Pan Seo (Gil Dong’s father)
In Sung as Chi Soo (Chang Hwi’s right hand)
Lee Duk Hee as Mr. Kim
Jo Hee Bong (조희봉) as Lee Kwang Whe (Chang Hwui’s brother)
Maeng Ho Rim as Choi Seung Ji
Kim Jong Suk as Eunuch Go
Park Yong Jin as Eunuch Jang
Choi Seung Kyung as Mr. Wang
Byun Shin Ho as Hal Meom
Jung Kyu Soo as Huh No Im
Maeng Se Chang (맹세창) Kom Yi
Choi Soo Hwan (최수한) as young Chang Hwui
Lee In Sung as young Gil Dong



Production Credits
Chief Producer: Lee Jung Sub
Script writers: Hong Jung Eun, Hong Mi Ran